Kini transformasi menjadi topik yang hangat dibicarakan. Semua orang bahkan perusahaan membicarakan tentang transformasi dan agile. Terlebih dengan banyak munculnya model bisnis startup yang mendisrupsi model bisnis tradisional.
Kini pun banyak perusahaan berlomba-lomba untuk menerapkan agile dan berlomba-lomba melakukan transformasi pada perusahaannya. Namun, tak sedikit yang mengalami masalah dalam penerapan agile di perusahaannya.
Sebenarnya apa itu agile? Bagaimana agile ini bisa membantu perusahaan bertransformasi menjadi lebih cepat dan lebih produktif?
Di artikel ini kamu akan menemukan jawabannya, sobat agile.
Pengertian Agile Sebenarnya
Tak kenal maka tak sayang, bukan? Ingin menerapkan agile tapi belum kenal betul dengan agile maka apa jadinya? Tentu bisa jadi penerapan agile masih salah kaprah dan belum sesuai dengan definisi agile sebenarnya.
Awalnya agile adalah serangkaian praktek kerja dalam pengembangan perangkat lunak yang benar-benar berfokus untuk memastikan bahwa produk yang diciptakan itu sesuai dengan yang pelanggan butuhkan. Agile ini berfokus pada pengguna akhir dan menitikberatkan pada proses iterasi.
Dulu memang agile hanya diterapkan pada bidang IT saja yakni pada pengembangan perangkat lunak. Kini penerapan agile telah ditingkatkan tak hanya bagi para tim pengembang perangkat lunak saja, tapi juga untuk keseluruhan organisasi.
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini banyak perusahaan yang mempertanyakan apakah ada peluang untuk mengatur perusahaan dengan cara yang berbeda? Bagaimana dengan cara yang berbeda bisa mendapatkan hasil yang berbeda pula terutama dalam hal meningkatkan fokus eksternal, kemampuan beradaptasi, kecepatan, dan waktu siklus?
Jawabannya adalah dengan menerapkan agile. Agile adalah intinya yang menekankan pada serangkaian praktek kerja yang berbasis tim.
Bagi Ekipa sendiri agile adalah sebuah sarana untuk tim mencapai tujuan. Kami mendapatkan hasil dari bisnis dengan menggunakan agile.
Sebagai salah satu contoh perusahaan yang menerapkan agile, Ekipa mendefinisikan agile adalah proses berulang untuk menemukan hal apa yang sekiranya bisa bekerja, terus-menerus belajar, dan berubah. Karena jika ada blueprint tentang inovasi maka tentunya sudah banyak orang menjadi kaya.
Baca Juga: Mengenal Agile Software Development yang Lagi Hits
Penerapan Agile di Tingkat Perusahaan (Agile Enterprise)
Bagaimana kiranya penerapan agile di tingkat perusahaan? Kalau berbicara penerapan agile di perusahaan itu tidak hanya terbatas pada struktur perusahaan.
Untuk menjadi benar-benar agile ada beberapa mindset dan perilaku yang perlu diterapkan dalam cara bekerja para karyawan di perusahaan. Mungkin perusahaanmu sudah menerapkan cara kerja lintas fungsi atau divisi, apakah itu sudah disebut menerapkan agile?
Sejatinya belum, agile bukan hanya dengan membuat cara kerja lintas fungsi atau divisi saja. Jika perusahaan atau organisasi ingin disebut agile maka perlu ada sekelompok orang atau tim yang berfokus pada misi, tujuan, atau nilai yang ingin kita tuju.
Contohnya saja, sebuah perusahaan berbasis pendidikan yang biasanya hanya melakukan tatap muka kini ingin meluncurkan produk digital. Nah, dalam penerapan agile maka divisi R&D, marketing, sales, finance, supply chain, dan divisi lainnya akan berkumpul bersama dan membentuk sebuah tim.
Alih-alih merancang produk tersebut jadi dalam waktu tiga tahun, mengapa tidak mempersingkatnya menjadi dalam jangka waktu enam bulan saja.
Tim tersebut mempunyai tujuan yang ingin dicapai yakni suksesnya peluncuran produk digital. Tim yang berisikan lintas divisi itu diberikan ruang dan otonomi untuk mengambil keputusan.
Karena diberikan otonomi untuk mengambil keputusan maka tim pun dipersilahkan juga untuk mengajak orang yang tepat dan kiranya dapat memberikan wawasan yang tepat di waktu yang tepat sehingga misi tersebut berjalan lancar.
Dalam agile ini kita lihat, ketika seseorang berada di sebuah tim yang cukup diberdayakan maka anggota tim akan merasa bahwa mereka memiliki tujuan akhir yang perlu dicapai. Sehingga tak peduli apapun divisinya mereka akan bahu-membahu untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebuah Analogi untuk Memahami Apa Itu Agile
Sobat agile, sampai di sini sudah pahamkah kamu tentang agile? Kalau belum, mari kita buat menjadi lebih sederhana dengan menggunakan analogi.
Katakanlah perusahaan X akan membuat sebuah inovasi dalam bidang transportasi. Untuk berangkat dari titik A ke B, kira-kira apa yang mesti dibuat ya?
Mereka pun memulai proses dengan merancang tujuan yang ingin dicapai dalam satu sprint yang biasanya memiliki durasi waktu satu minggu atau dua minggu.
Misalkan dalam sprint pertama mereka akan membuat skateboard terlebih dahulu. Skateboard tersebut kemudian dicoba oleh user.
“Bisa jalan lebih cepat, sih, karena ada rodanya. Tapi kurang aman karena belum ada pegangannya.” user memberikan feedback.
Pada tahapan sprint selanjutnya maka dibuatlah pengembangan lagi dari mulanya skateboard menjadi scooter, user pun diminta untuk mencoba lagi.
“Enak, sih, sudah ada pegangannya. Tapi kayaknya lebih enak kalau ada tempat untuk duduknya.”
Setelah mendapat feedback maka dimulailah kembali pengembangan produk tadi. Dari scooter kini dikembangkan lagi menjadi sepeda.
“Sudah enak, nih, tapi kalau untuk perjalanan jauh mengayuh terus bikin capek, nih. Gimana kalau ada mesinnya?”
Produk sepeda tadi dikembangkan lagi menjadi sepeda motor. Ketika sudah menjadi sepeda motor, kembali lagi user diminta untuk mencoba.
“Sudah cepat, nih, jalannya. Tapi kalau hujan repot tidak ada tutupan atapnya.”
Dari feedback itu maka dikembangkan lagi produknya menjadi mobil.
Nah, itulah analogi dari agile yakni mencapai tujuan yang diinginkan dengan menggunakan proses iterasi. Uniknya agile ini kita bisa menyampaikan hasil kepada user dengan lebih cepat dan apabila ada feedback bisa menjadi masukan untuk mengembangkan produk yang lebih baik.
Agile dan Transformasi
Agile dan transformasi layaknya pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk bertransformasi dalam era yang serba cepat ini sangat membutuhkan agile.
Ekipa sendiri memahami transfromasi ini memiliki tiga pilar. Apa sajakah itu?
1. Cara Kerja yang Agile
Untuk bertransformasi maka pendekatan cara kerja tim pun perlu diubah. Bukanlah hal yang mudah untuk mengubah ini, karena ada mindset, perilaku, dan struktur organisasi yang perlu disesuaikan agar perusahaan bisa bergerak lebih cepat dan fleksibel.
2. Peta Jalan Digital
Perlombaan di dunia digital semakin ketat, semenjak model bisnis startup masuk, perusahaan tradisional mulai bergeliat membuat produk digital.
Untuk memenangkan persaingan di dunia digital ini perusahaan perlu memiliki peta jalan digital yang akan memandu kemana arah inovasi seharusnya dilakukan.
Siapa yang bertanggungjawab membuat peta ini? Biasanya para senior, tapi apabila para senior belum terbiasa maka bisa menggunakan jasa konsultan perusahaan.
Ketika peta sudah jelas maka eksekusi akan lebih mudah dilakukan.
3. Menyalakan Semangat Inovasi
Untuk bertransformasi maka tim perlu disulut semangat inovasinya. Bagaimana caranya? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan yakni misalkan dengan membuat ekosistem inovasi, mengubah beberapa program, mendukung jalannya intrepreneur dalam diri anggota tim, dan memberikan dukungan pada tim semisal dengan pelatihan, workshop, atau coaching.
3 Alasan Perusahaan Perlu Menerapkan Agile dalam Proses Transformasi
Apa yang agile janjikan bagi perusahaan? Hal yang dijanjikan agile bagi perusahaan yang menerapkannya adalah kecepatan untuk bisa beradaptasi dengan kondisi pasar yang sering berubah-ubah.
Terlebih hari ini munculnya produk digital tanpa kita sadari mendisrupsi model bisnis tradisional yang sudah ada sejak lama. Contohnya saja dulu kita biasa berkirim surat dengan pos, kini hanya menggunakan email dalam hitungan detik saja surat kita sudah sampai.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Version One dengan memberikan survey kepada lebih dari 1000 responden menyatakan ada beberapa alasan yang membuat perusahaan perlu untuk mengadopsi agile dalam perusahaannya.
Ada tiga belas alasan yang ditemukan, tapi kali ini yang dibahas hanya tiga saja ya.
1. Mempercepat Product Delivery
Meskipun agile memberikan janji tentang kecepatan beradaptasi dengan perubahan, tapi itu bukan hasil pertama dari sebuah transformasi agile. Butuh waktu untuk menciptakan kebiasaan dan budaya yang tepat dalam tim dan perusahaan untuk merasakan keuntungan berupa kecepatan dari penerapan agile.
Berdasarkan survey version one sebanyak 69% responden mengaku bahwa alasan mereka mengadopsi agile adalah karena ingin mendapatkan manfaat dari kecepatannya.
Hal ini memang masuk akal karena semakin lama kita meluncurkan produk maka kita akan semakin ketinggalan dengan kompetitor atau startup yang bergerak lebih cepat.
2. Menambah Kemampuan untuk Mengelola Perubahan Prioritas
Salah satu komposisi dari agile adalah pekerjaan yang dilakukan secara iteratif. Tim bekerja pada satu siklus iterasi dalam durasi waktu 1-4 minggu. Itulah timebox dari agile.
Product owner dapat memutuskan cerita user mana yang akan ditambahkan dalam proses iterasi. Biasanya product owner adalah seseorang yang mengerti tentang bisnis. Ia mengerti fitur mana yang punya nilai tertinggi untuk pelanggan.
Kemampuan yang dimiliki oleh product owner tersebut dapat mengubah prioritas terkait apa yang ingin dikembangkan oleh tim pada proses iterasi. Product owner bisa melihat apa yang kompetitor lakukan, belajar dari pengguna, berbicara dengan pelanggan, dan memasukkan segala input yang diperoleh untuk menyusun prioritas product backlog.
Bedanya agile dan pendekatan tradisional adalah pada pendekatan kerja dengan cara tradisional pengembangan produk didasarkan pada perencanaan jangka panjang. Segala persyaratan dan kebutuhan sudah ditetapkan diawal. Persyaratan kemudian dibangun berurutan oleh desainer, pengembang, dan penguji dalam waktu yang lama.
Apa yang terjadi bila pendekatan tradisional masih dilakukan dalam era disrupsi ini? Tentunya menjadikan proses product delivery menjadi lebih lama dan menempatkan posisi tim produk dalam bagian yang lemah ketika segala sesuatu berubah dengan begitu cepatnya.
3. Meningkatkan Produktivitas
Agile team bekerja dengan timebox atau batas waktu yang singkat seperti pada sprint dan iterasi. Dalam timebox tersebut mereka merencanakan apa yang akan mereka kerjakan, menyelaraskan dengan kegiatan sehari-hari, mendemonstrasikan bagian produk yang akan mereka bangun dan melihat bagaimana performa yang dihasilkan dan juga produktivitasnya.
Hal itu berarti ada proses umpan balik yang sangat singkat untuk membuat tim belajar. Saat mereka menyelaraskan umpan balik setiap hari maka masalah yang muncul akan bisa terselesaikan satu per satu dengan cepat. Tentunya hal ini akan membuat produktivitas tim menjadi lebih meningkat.
Baca Juga: 4 Faktor Penyebab Kegagalan Penerapan Agile di Perusahaan Besar Indonesia dan Cara Mengatasinya
Kesimpulan
Salah satu keunggulan menerapkan agile adalah konsumen atau user bisa lebih cepat merasakan manfaat dari produk yang kita kembangkan. Apabila ada hal yang perlu diperbaiki maka lebih segera bisa ditangani.
Sehingga dalam hal ini agile membantu sebuah produk untuk mencapai titik terbaiknya dengan perbaikan-perbaikan yang terus dilakukan seiring dengan feedback yang diberikan oleh konsumen atau user.
Atas keunggulannya itu memang pantas disebut bahwa agile membantu perusahaan menjadi lebih cepat dan lebih produktif.
Sobat agile, apakah perusahaanmu sudah mulai menerapkan agile? Kalau belum dan bingung mulai dari mana, Ekipa sudah menyediakan ebook Start Agile yang bisa kamu unduh gratis untuk menemani perjalananmu menerapkan agile.
Jangan lupa bergabung dengan komunitas Ekipa+ yang baru kami rilis agar kamu bisa ikut program open call coach, kamu bisa bebas bertanya dengan agile coach secara langsung!